Label

Selasa, 07 Januari 2014

KEUTAMAAN SHOLAT BERJAMA'AH DI MASJID

Allah Ta'ala mempersaksikan keimanan orang-orang yang memakmurkan masjidNya
Allah subhanahu wata’ala berfirman: 

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat.” (At Taubah: 18)
                                                                                                                                                                

Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i (bermadzhab Syafi’i) seorang ulama’ besar dan ahli tafsir menafsirkan ayat diatas:
“Allah subhanahu wata’ala bersaksi atas keimanan orang-orang yang mau memakmurkan masjid.”(Al Mishbahul Munir tafsir At Taubah: 18)
Termasuk disini menuntut ilmu, shalat berjamaa’ah, dan amalan shalih lainnya.

Diberi balasan YANG LEBIH BAIK oleh Allah di hari Akhir, ditambahkan oleh Allah karuniaNya dan diberiNya rezeki dihari Akhirat tanpa batas.
Allah berfirman:


. فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ . رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ ‪.‬ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
(an-Nuur: 36-37)
Ibnu Katsir setelah menafsirkan:

يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“Bertasbih kepadaNya didalam mesjid pada waktu petang dan pagi hari”
Beliau berkata:
“Siapakah yang mensucikan namaNya itu?” Jawabnya: رِجَالٌ (laki-laki).
Firman Allah رِجَالٌ (laki-laki) mengesankan tekad, niat dan kesungguhan mereka yang kuat dan tinggi untuk menjadi orang-orang yang memakmurkan mesjid, yang merupakan rumah Allah di bumiNya, yakni tempat beribadah kepadaNya, bersyukur, mentauhidkan dan mensucikanNya.
Allah berfirman:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah
sama seperti firmanNya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
‪(Al-Munaafiqun: 9)‬
Ibnu Katsir menafsirkan:
Allah berfirman bahwa mereka tidak disibukkan dengan dunia beserta gemerlapnya, perhiasannya, kelezatan jual beli dan keuntugannya; dari mengingat Allah, Yang telah Menciptakan mereka dan Memberi mereka rezeki. Mereka tahu bahwa yang ada disisiNya lebih baik dan lebih bermanfaat daripada apa yang ada ditangan mereka. karena segala sesuatu yang mereka miliki pasti fana, dan apa-apa yang ada disisiNya pasti kekal abadi.
Oleh sebab itu Allah berfirman:

لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat.
Yakni mereka lebih mengutamakan ketaaatan, keinginan dan kecintaan kepadaNya daripada keinginan dan kecintaan terhadap diri mereka.
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibn ‘Abbas, berkaitan dengan firman Allah:

لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah
yakni dari mengerjakan shalat fardhu. Demikian juga pendapat Muqatil bin Hayyan dan ar Rabi’ bin Anas.
Adapun as Suddi mengatakan:
“Yakni mengerjakan shalat berjama’ah”
Muqatil bin Hayan mengatakan:
“Tidak dilalaikan oleh hal itu dari menghadiri shalat dan menegakkannya seperti yang diperintahkan oleh Allah, menjaga waktu-waktunya yang telah Allah perintahkan untuk dijaga.”
(Tafsir Ibn Katsir)

Dari Ibnu Umar- bahwasanya ia berada di pasar, kemudian (azan) di kumandangkan, maka orang-orang pasar menutup kedai-kedai mereka kemudian masuk masjid. Lalu Ibnu Umar berkata,”Berkenaan dengan mereka itulah turun ayat ini.”(yaitu QS An Nur:37)
[HR Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir. Dibawakan juga oleh Imam as Suyutiy di dalam Durrotul Mantsur juz 5/52, lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 6/78]

Abu Darda menuturkan, “Aku berdiri di depan laci ini berjual beli, aku mendapatkan laba tiga ratus dinar setiap hari, aku selalu menghadiri sholat berjamaah di masjid setiap hari. Maka aku tidak mengatakan bahwa yang demikian itu tidak halal, akan tetapi aku ingin termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Alloh dalam firmannya, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah.” (QS An Nur : 37)
[HR Ibnu Abi Hatim dibawakan Imam Suyuti di dalam Durrotul Mantsur juz 5/52, lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 6/78]

Mendapat naungan dari Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ
“Tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka pada suatu hari (kiamat) yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; 

…‬ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ …
(diantaranya) … dan seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, ….”
(Muttafaqun alaihi)



Dihapus dosa-dosanya
dari ‘Utsmaan bin ‘Affaan dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ فَصَلَّاهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ

“Barangsiapa berwudhu untuk shalat dan menyempurnakan wudhunya, kemudian ia berangkat untuk shalat wajib dan ia mengerjakannya bersama manusia atau bersama jamaah, atau shalat di masjid, Allah mengampuni dosa-dosanya.”
(Shahiih an Nasaa-iy; dishahiihkan oleh syaikh al-albaniy)

Dihitung shalat dari sebelum berangkat ke mesjid, hingga kembali ke rumah
dari [Ka'b bin 'Ujrah] ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 


إِذَا تَوَضَّأْتَ فَعَمَدْتَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلَا تُشَبِّكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِكَ فَإِنَّكَ فِي صَلَاةٍ
“Apabila engkau berwudlu kemudian menuju masjid maka janganlah engkau menjalin jari-jarimu, karena sesungguhnya engkau ada dalam shalat.”
(HR. Bukhariy)
dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 


مَنْ تَوَضَّأَ ثُمَّ خَرَجَ يُرِيدُ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ فَلَا تَقُولُوا هَكَذَا يَعْنِي يُشَبِّكُ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Barangsiapa berwudlu kemudian keluar untuk melaksanakan shalat, maka ia dalam hitungan shalat hingga ia kembali ke rumahnya. Maka janganlah kalian melakukan demikian, yaitu menjalin jari-jari.”
(HR. Bukhariy)

Langkah-langkah kaki menuju mesjid akan ditulis (sebagai amalan kebaikan)
Allah berfirman:

وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ
dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan
(Yaasiin: 12)
Berkata Mujahid dalam menafsirkan ayat diatas:
“Langkah-langkah mereka adalah bekas-bekas perjalanan mereka di muka bumi ketika berjalan dengan kaki mereka (–dalam rangka beramal shalih, ed–).”
(Atsar riwayat Bukhariy)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

أَلَا تَحْتَسِبُونَ آثَارَكُمْ
“Tidakkah kalian mengharap pahala dari langkah-langkah kalian?”
(HR. Bukhariy)

Diangkat derajat, serta dihapuskan dosa dengan langkah kaki ke masjid
Rasuulullaah bersabda:


إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ
Jika seseorang berwudhu, kemudian menyempurnakan wudhunya; kemudian pergi ke masjid dengan tujuan untuk shalat, tiap ia melangkah satu langkah maka diangkatkan baginya satu derajat dan dihapuskan satu dosanya, sampai ia masuk masjid
(HR Muslim)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:


مَنْ رَاحَ إِلَى مَسْجِدِ الْجَمَاعَةِ فَخَطْوَةٌ تَمْحُو سَيِّئَةً وَخَطْوَةٌ تُكْتَبُ لَهُ حَسَنَةٌ ذَاهِبًاوَرَاجِعًا
Barangsiapa berangkat ke masjid, maka satu langkah menghapus satu keburukan, dan satu langkah ditulis satu kebaikan, di saat pergi dan pulang.
(HR. Ahmad, no: 6599, 10/103, dari Abdulloh bin Amr bin Al-Ash, dishohihkan syaikh Ahmad Syakir)

Kaki yang berdebu karena ke masjid, maka diharamkan masuk neraka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُمَا حَرَامٌ عَلَى النَّارِ
“Barangsiapa yang kedua kakinya berdebu di jalan Allah, maka keduanya diharamkan untuk masuk neraka.”
(HR. Tirmidziy, beliau berkata: “Hadits ini derajatnya hasan gharib shahih.” dishahiihkan juga oleh Syaikh al Albaaniy)
“Fii sabiililaah” disini dimaknai UMUM, tidak khusus untuk jihad saja.
dari Yazid bin Abu Maryam ia berkata:
Abayah bin Rifa’ah menjumpaiku saat aku sedang berjalan MENUJU SHALAT JUM’AT ia lalu berkata, “Berbahagialah engkau, sebab langkah kakimu ini termasuk fi sabilillah.Aku mendengar Abu Abbas, bahwa ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (dengan hadits diatas)’…”
Mendapat cahaya yang sempurna di hari kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لِيَبْشَرْ الْمَشَّاءُونَ فِي الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِنُورٍ تَامٍّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Hendaklah orang-orang yang berjalan kaki dalam kegelapan (yaitu shalat ‘isya dan shalat shubuh) menuju masjid berbahagia dengan cahaya sempurna pada hari kiamat.”
(Shahiih HR, Ibnu Maajah, dishahiihkan oleh syaikh al-Albaaniy dalam shahiih ibn maajah)

Mendapat balasan seperti haji

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الحاَجِّ المُحْرِمِ
“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan berwudhu’ untuk shalat lima waktu (secara berjama’ah di masjid), maka pahalanya seperti pahala orang berhaji yang memakai kain ihram.”
(HR. Abu Dawud no. 554, dan di hasankan oleh Asy Syaikh Al Albani)

Disediakan baginya Al Jannah
Rasululloh bersabda:


مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنْ الْجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ
Barangsiapa pergi di waktu pagi ke masjid, dan pergi di waktu sore, Alloh menyiapkan baginya tempat tinggalnya di sorga setiap dia pergi di waktu pagi dan di waktu sore.
(HR. Bukhori, no: 662, dari Abu Hurairoh)

Jaminan husnul khotimah atau pahala besar
Rasululloh bersabda:

ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ رَجُلٌ
Tiga orang dijamin oleh Alloh ‘Azza wa Jalla:


خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ فَيُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ يَرُدَّهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيمَةٍ
• Seseorang yang keluar berperang fii sabilillah, maka dia dijamin oleh Alloh sehingga Alloh akan mematikannya, lalu memasukkan ke dalam sorga, atau Alloh akan memulangkannya dengan meraih pahala dan ghonimah.


وَرَجُلٌ رَاحَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ فَيُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ يَرُدَّهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيمَةٍ
• Seseorang yang berangkat ke masjid, maka dia dijamin oleh Alloh sehingga Alloh akan mematikannya, lalu memasukkan ke dalam sorga, atau Alloh akan memulangkannya dengan meraih pahala dan ghonimah.

وَرَجُلٌ دَخَلَ بَيْتَهُ بِسَلَامٍ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
• Seseorang yang masuk rumahnya dengan mengucapkan salam, maka dia dijamin oleh Alloh.
(HR. Abu Dawud, dari Abu Umamah, dishohihkan syaikh Al-Albani di dalam Shohih Abi Dawud 2/273)

Dimuliakan Allaah
Rasuulullaah bersabda:


مَنْ تَوَضَّأَ في بَيْتِهِ فَأَحْسَنَ الوُضُوء ، ثُمَّ أَتَى المَسْجِد ؛ فَهُوَ زَائِرُ الله ، وَحَقٌّ عَلَى المَزُورِ أَنْ يُكْرِمَ الزَّائِر
“Barangsiapa yang berwudhu di rumahnya dan memperbaiki wudhunya kemudian dia mendatangi masjid, maka dia adalah orang yang berziarah kepada Allah, dan sudah kewajiban bagi yang diziarahi untuk memuliakan orang yang berziarah.”
(diriwayatkan oleh ath-Thabarani; dihasankan al Albaaniy dalam ash-Shahihah: 1169)

Terdapat keutamaan yang besar
Rasululloh bersabda:


لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
Seandainya manusia mengetahui (keutamaan) yang ada pada adzan dan shof awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali mereka melakukan undian padanya, pastilah mereka melakukan undian. 

وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ
Dan seandainya mereka mengetahui (keutamaan) bersegera (ke masjid), sungguh mereka pasti berlomba padanya. 

وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
Dan seandainya mereka mengetahui (keutamaan) yang ada pada (sholat) ‘atamah (isya’) dan subuh, sungguh mereka pasti mendatangai keduanya, walaupun merangkak.
(HR. Bukhori, no: 615, dari Abu Huroiroh)

Mendapatkan pahala yang lebih besar dari seekor kambing yang gemuk atau dua ekor kambing yang gemuk
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:


لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَعْلَمُ أَنَّهُ إِذَا شَهِدَ الصَّلَاةَ مَعِي كَانَ لَهُ أَعْظَمُ مِنْ شَاةٍ سَمِينَةٍ أَوْ شَاتَيْنِ لَفَعَلَ فَمَا يُصِيبُ مِنْ الْأَجْرِ أَفْضَلُ
“Sekiranya salah seorang dari kalian mengetahui bahwa bila dia ikut shalat berjama’ah denganku maka dia akan mendapatkan pahala yang lebih besar dari seekor kambing yang gemuk atau dua ekor kambing yang gemuk, niscaya dia akan melakukannya. Padahal apa-apa yang diperolehnya dari pahala (tersebut) lebih afdhål baginya.”
(Shåhiih, HR. Ahmad; dishahihkan asy-Syaikh Ahmad Syaakir)

Mendapat dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian
Rasululloh bersabda:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Shalat berjamaah LEBIH UTAMA/LEBIH AFDHAL dari shalat sendirian DUA PULUH TUJUH DERAJAT
[Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya kitab Al Adzaan, Bab Fadhlu Shalatul Jama’ah no. 609]

Mendapat dua puluh lima derajat daripada shalat di rumah atau di pasar
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:


صَلَاةُ أَحَدِكُمْ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
”Shalat seseorang dengan berjamaah (di mesjid) LEBIH BERLIPAT PAHALANYA 25 derajat daripada shalatnya di rumahnya atau di kedai pasarnya…..”
(HR.Bukhari)

Pahala berjama’ah isya’ maka pahalanya seperti sholat setengah malam; jika berjamaa’ah ‘isya dan shubuh, maka pahalanya seperti shalat semalam suntuk
Rasululloh bersabda:


مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ
Barangsiapa sholat isya’ di dalam jama’ah, hal itu seperti sholat setengah malam. Dan barangsiapa sholat isya’ dan subuh di dalam jama’ah, hal itu seperti sholat semalam suntuk
(HR. Abu Dawud)

Sholat subuh dan ashar disaksikan malaikat
Rasululloh bersabda:


يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
Bergiliran pada kamu para malaikat di waktu malam dan para malaikat di waktu siang. Mereka berkumpul pada sholat subuh dan sholat ashar, kemudian para malaikat yang bermalam pada kamu naik. Maka Robb mereka menanyai mereka, sedangkan Dia lebih tahu tentang mereka: “Bagaimana kamu tinggalkan hamba-hambaku?”. Mereka menjawab: “Kami tinggalkan mereka, ketika mereka sedang sholat. Dan kami datangi mereka, ketika mereka sedang sholat.”
(HR. Muslim, no: 632, dari Abu Huroiroh)

Shalat yang paling utama disisi Allaah, adalah shalat shubuh dengan berjamaa’ah di hari jumu’at
Rasulullaah bersabda:

إن أفضل الصلاة عند الله صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة.
“Sesungguhnya seafdhal-afdhal shalat disisi Allah, adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjamaa’ah”
(HR Abu Nu’aym, dishahihkan al Albani rahimahullah dalam Silsilatul Ahaadits Shahiihah, no.1566 (4/91) dan Shahiih Jaami’ ash-Shaghir no.1999.)

Allah dan malaikat bershalawat bagi orang-orang yang mendapatkan shaf awal (2x) dan shaf kedua (1x)
Rasululloh bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ
“Sesungguhnya Alloh dan para malaikatNya bersholawat kepada shof awal”.
Para sahabat berkata: “Wahai Rasululloh, dan kepada yang kedua”.
Beliau bersabda: 

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْأَوَّلِ
“Sesungguhnya Alloh dan para malaikatNya bersholawat kepada shof awal”.
Para sahabat berkata: “Wahai Rasululloh, dan kepada yang kedua”.
Beliau bersabda: 

وَعَلَى الثَّانِي
“Dan kepada yang kedua”.
(HR. Ahmad, no: 21233, dari Abu Umamah)

Allah dan malaikat bershalawat bagi orang-orang yang menyambung shaf-shaf dalam shalat; dan akan diangkat oleh Allaah baginya satu derajat
Rasuulullaaah bersabda:


إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ وَمَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf dalam shalat. Siapa saja yang mengisi bagian shaff yang lowong, akan diangkat oleh Allaah dengannya satu derajat”
[HR. Ibnu Maajah no. 995; shahih lighairihi].

Dibersihkan dari kemunafikan dan neraka, apabila selama 40 hari shalat berjama’ah dan mendapatkan takbiratul ihram bersama imam.
Rasululloh bersabda:


مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ
Barangsiapa sholat 40 hari di dalam jama’ah, dia mendapatkan takbir yang pertama, ditulis baginya 2 kebebasan: kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan.
(HR. Tirmidzi, dari Anas bin Malik)

Diampunkan dosanya apabila mengucapkan “aamiin” bersama malaikat:
Rasululloh bersabda:

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Jika imam berkata “غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ”, maka katakanlah “aamiin”, karena sesungguhnya barangsiapa perkataannya mencocoki perkataan para malaikat, diampuni dosanya yang telah lalu”.
(HR. Bukhori, no: 782; Muslim, no; 410; dari Abu Huroiroh)

Dimintakan ampunan oleh malaikat dan didoakan rahmat oleh malaikat selama ia belum beranjak ditempat shalatnya, dan tidak berhadats
dari [Abu Hurairah] ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 


لَا تَزَالُ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى الْعَبْدِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ مَا لَمْ يَقُمْ أَوْ يُحْدِثْ تَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ
“Malaikat senantiasa mendoakan seorang hamba selama ia berada di tempat shalat yang ia gunakan untuk shalat, selama belum berdiri atau berhadats. Malaikat berdoa: ‘ALLAAHUMMAGHFIR LAHU, ALLAAHUMMARHAMHU (Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia).”
(HR. Bukhariy)



 Sumber :
- http://ustadzmuslim.com/keutamaan-sholat-jama%E2%80%99ah-di-masjid-1/ 

 - http://ustadzmuslim.com/keutamaan-sholat-jama%E2%80%99ah-di-masjid-2/




(*dengan beberapa tambahan hadits lain, yang tidak disebutkan sumber diatas)


Siapakah yang mendapatkan keutamaannya?
1. Lelaki1 yang melaksanakan SHALAT WAJIB secara berjama’ah yang dilaksanakan di Masjid Jamaa’ah2 bersama iimaam, BUKAN shalat wajib yang dilaksanaknnya di ruangan shalat yang ada di rumah/kantor/pasar/pabrik (meskipun pelaksanaannya secara berjama’ah!)
Berdasarkan hadits ibnu Ummi Maktuum, dimana Rasuulullaah bersabda kepadanya:

هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَأَجِبْ
Apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat ? dia menjawab: ya, Maka penuhilah.3
(HR Muslim)
Juga berdasarkan hadits ‘Abdullaah bin ‘Abbaas, bahwa Rasuulullaah bersabda :

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Artinya: “Barangsiapa yang mendengar adzan lalu tidak datang padanya, maka tidak ada (kesempurnaan pahala) shalat baginya, kecuali karena udzur.“
[Diriwayatkan oleh Ibnu Majah; dishahiihkan al albaaniy]
Rasuulullaah bersabda:


صَلَاةُ أَحَدِكُمْ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
”Shalat seseorang dengan berjamaah (di masjid) LEBIH BERLIPAT PAHALANYA 25 derajat daripada shalatnya di rumahnya atau di pasarnya…”
(HR.Bukhari)
Berkata ibnu Mas’uud:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ
Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang muslim maka hendaklah dia menjaga shalat-shalat wajib itu (dengan melaksanakannya) dimana (ia mendengar adzan) dikumandangkan padanya


فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
Sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan kepada nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya semua shalat (yang dilaksanakan di masjid berssama iimaam), diantara sunnah-sunnah petunjuk itu…


وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
Kalaulah kalian shalat di rumah kalian, seperti shalatnya orang-orang yang tinggal di rumahnya… berarti telah kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, benar-benar akan menjadikan kalian akan tersesat…
(Atsar Riwayat Muslim)
Berkata Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy:


. وَرَوَى سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ عَنْ أَوْسٍ الْمَعَافِرِيِّ أَنَّهُ قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ :
”Diriwayatkan dari Sa’id bin Manshur dengan sanad yang HASAN dari Aus Al-Ma’aafiriy bahwa dia pernah bertanya kepada Abdullah bin Amr bin Ash,

أَرَأَيْتَ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى فِي بَيْتِهِ ؟
”Bagaimana pendapat anda jika seseorang berwudhu dengan sempurna lantas ia shalat di rumahnya?

قَالَ : حَسَنٌ جَمِيلٌ
”Abdullah bin Amr menjawab : ‘Sangat baik’4…”

قَالَ : فَإِنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِ عَشِيرَتِهِ ؟
Aus bertanya lagi “Jika ia shalat di mesjid kampungnya ?” 

قَالَ : خَمْسَ عَشْرَةَ صَلَاةً
Dijawab :”Berarti ia dapat pahala 15 kali lipat”5

قَالَ : فَإِنْ مَشَى إِلَى مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ فَصَلَّى فِيهِ ؟
Diatanya lagi ,”Bagaimana jika berjalan ke masjid (yang ditegakkan shalat) jamaa’ah kemudian ia shalat didalamnya?”

قَالَ : خَمْسٌ وَعِشْرُونَ
Abdullah bin Amr menjawab “Berarti ia mendapat 25 kali lipat”
[Hasan; HR Sa'id bin Manshur, terdapat dalam Fathul Baari (II/35)]
Maka orang yang shalat berjamaa’ah di selain masjid, tetap mendapatkan keutamaan berjamaa’ah, hanya saja keutamaannya tidak seperti keutamaan orang-orang yang shalat berjamaa’ah di masjid bersama iimaam.
2. “Jama’ah” yang dimaksudkan dalam “shalat berjamaa’ah di masjid” adalah JAMAA’AH PERTAMA BERSAMA IMAM (yaitu imam rawatib atau penggantinya jika ia berhalangan)
Rasuulullaah bersabda:

صَلاةٌ مَعَ الإِمَامِ أَفْضَلُ مِنْ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ يُصَلِّيهَا وَحْدَهُ
Shalat (wajibnya seorang pria) bersama iimaam, lebih afdhal dari 25 shalatnya sendirian.
(HR Muslim)
Imam yang dimaksudkan disini, bukan “imam (‘tandingan’) pada giliran kedua”, bukan pula “imam (‘tandingan’) yang ada di selain masjid”… Tapi yang dimaksudkan adalam “Imaam rawatib (atau penggantinya) yang ada di masjid”. Bukan pula jamaa’ah ‘tandingan’ yang ada diselain masjid, bukan pula jamaa’ah kedua, meskipun dilaksanakannya di masjid. Wallaahu a’lam
- Bagaimana jika terlambat datang?
Dilihat alasan keterlambatannya, apakah disebabkan karena udzur yang syar’i, ataukah tidak? jika disebabkan udzur syar’iy, maka ia TETAP MENDAPATKAN PAHALA YANG SEMPURNA.
Berdasarkan hadits:


مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia pergi ke masjid (untuk berjamaah) dan ia dapati jamaah sudah selesai, maka ia tetap mendapatkan seperti pahala orang yang hadir dan berjamaah, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, an Nasaa-iy, al Haakim, dan beliau menshahiihkannya, demikian pula al albaaniy dalam shahiihul jaami’)
Tentunya hadits diatas dibawa kepada “ia dapati jamaa’ah sudah selasai, dan keterlambatannya KARENA UDZUR”, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Artinya: “Barangsiapa yang mendengar adzan lalu tidak datang padanya, maka tidak ada (kesempurnaan pahala) shalat baginya, kecuali karena UDZUR“
[Diriwayatkan oleh Ibnu Majah; dishahiihkan al albaaniy]
Sebaliknya, jika tidak ada udzur syar’i; maka ia telah kehilangan keutamaan yang sangat besar, dan ia tidak mendapatkan kesempurnaan pahala dalam shalatnya. Jikalau pun ia shalat berjama’ah diselain masjid, maka ia hanya mendapatkan 15x lipat (lihat hadits ‘abdullaah ibn ‘amr, diatas); terdapat perbedaan 10x lipat dibandingkan ia shalat di masjid secara berjamaa’ah bersama iimaam.
Sekaligus hadits diatas membantah golongan yang mengatakan bahwa jamaa’ah kedua, ketiga, keempat, dst di masjid; tetap mendapatkan pahala sempurna sebagaimana pahala jamaa’ah pertama bersama imam. Bahkan mereka TIDAK MENDAPATKAN pahala sempurna, JIKA keterlambatan mereka tidak termasuk ‘udzur syar’i! Seperti orang yang sengaja menunda-nunda sehingga tidak mendapati shalat bersama imam dan jamaa’ah pertama… Sekalipun ketika sesampainya di masjid, ia mengadakan jamaa’ah kedua, ketiga, keempat, dst, berdasarkan hadits diatas, ia tidaklah termasuk orang-orang yang mendapatkan kesempurnaan pahala shalat; dan ia hanya mendapatkan 15x lipat pahala shalat (sebagaimana hadits ‘abdullaah ibn ‘amr diatas).
Adapun jika mereka terhalangi karena udzur, maka jelas mereka TETAP mendapat kesempurnaan pahala shalat! Maka sekalipun mereka shalat sendirian di masjid (dan tidak membuat jamaa’ah kedua), atau mereka pulang ke rumah dan shalat bersama keluarganya, maka mereka TETAP mendapatkan pahala shalat berjamaa’ah bersama iimaam (simak pada point selanjutnya)
- Kesempurnaan pahala shalat TETAP DIDAPATKAN orang yang tidak shalat berjamaa’ah di masjid bersama iimaam, karena ada ‘udzur syar’i
Rasuulullaah bersabda:

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Artinya: “Barangsiapa yang mendengar adzan, lalu tidak datang padanya, maka tidak ada (kesempurnaan pahala) shalat baginya, kecuali karena UDZUR“
[Diriwayatkan oleh Ibnu Majah; dishahiihkan al albaaniy]
Beliau juga bersabda:


إِنَّ بِالْمَدِيْنَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيْرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِياً إِلاَّ كَانـُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ.
“Sesungguhnya, di Madinah ada orang-orang yang kemana pun kalian pergi mengarungi lembah dan sahara, mereka selalu menyertai kalian; mereka tertahan oleh suatu udzur”
(HR al Bukhaariy dan selainnya)
Beliau juga bersabda:

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْماً صَحِيْحاً
“Apabila seorang hamba ditimpa sakit atau sedang bepergian, maka akan ditulislah baginya amalan-amalan yang biasa dikerjakannya sewaktu sehat dan menetap”.
(HR al Bukhaariy dan selainnya)
Semoga bermanfaat

Catatan Kaki
  1. Adapun wanita, maka lebih utama baginya shalat di rumahnya. Berdasarkan hadits:

    لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
    “Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.”
    (HR. Abu Daud. dishahiihkan Al Albaaniy)
    Juga hadits:

    قد علمت أنك تحبين الصلاة معي ، وصلاتك في بيتك خير لك من صلاتك في حجرتك ، وصلاتك في حجرتك خير من صلاتك في دارك ، وصلاتك في دارك خير لك من صلاتك في مسجد قومك ، وصلاتك في مسجد قومك خير لك من صلاتك في مسجدي
    Aku sudah tahu engkau menyukai shalat bersamaku, (akan tetapi) shalatmu di rumahmu (tempat paling dalam –red) lebih baik daripada shalatmu di kamar, shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu (diluar kamar), shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalamu di masjidku (Masjid Nabawi)
    (HR Ahmad, dll; dinilai shahiih al albaaniy)
  2. yaitu Masjid yang dimana ditegakkan padanya shalat 5 waktu, yang memiliki imam
  3. Dalam riwayat lain: 
  4.  هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : لَا أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
    Apakah kamu mendengar panggilan (adzan)? dia menjawab: ya, “Tidaklah aku mendapatkan keringanan untukmu”
    Dalam riwayat lain:

    هَلْ تَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ ؟ فَحَيَّ هَلًا
    “Apakah kamu mendengar seruan, ‘Hayya ‘alash-shalah, hayya ‘alal falah’? Maka marilah menyambut keduanya…
    Dalam riwayat lain:

    أَتَسْمَعُ الْإِقَامَةَ ؟ ,قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ فَأْتِهَا
    Apakah kamu mendengar iqaamah? ia menjawab: Ya, Beliau bersabda: Maka DATANGI-lah seruan tersebut!
  5. Atsar ini sebagai BUKTI yang NYATA, yang membantah KLAIM bahwa para shahabat ‘sepakat’ bahwa hukum shalat berjamaa’ah di masjid bersama iimaam adalah wajib (fardhu ‘ain)
  6. Perkataan ini berbicara masalah pahala, maka dihukumi marfu’ (sampai kepada nabi), karena pembicaraan masalah pahala bukan berasal dari ijtihad/pendapat shahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar